JAKARTA– RM Margono Djojohadikoesoemo, seorang tokoh yang begitu berdedikasi dan penuh inspirasi, kini dinilai layak menyandang gelar Pahlawan Nasional. Gelar ini bukan hanya sekadar penghargaan, tetapi cerminan dari dedikasi dan perjuangannya yang terus dikenang hingga saat ini.
Inilah yang menjadi pokok bahasan dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) di Jakarta pada Selasa, 29 Oktober 2024. Diskusi ini mengumpulkan para ahli sejarah, peneliti, serta tokoh-tokoh penting untuk merumuskan kajian mendalam mengenai kontribusi luar biasa RM Margono.
Dipimpin oleh Ketua Umum SMSI, Firdaus, bersama Ketua Umum Forum Masyarakat Indonesia Emas (Formas), Yohanes Handoyo, dan Wakil Ketua Dewan Pakar SMSI, Buyung Wijaya Kusuma, FGD ini menarik perhatian puluhan peserta. Di dalamnya, mereka menggali sepak terjang RM Margono yang sarat akan nilai kepahlawanan.
Lahir pada 16 Mei 1894 di Banyumas, RM Margono berasal dari keluarga priyayi yang memiliki semangat juang melawan kolonialisme. Firdaus menjelaskan, “RM Margono adalah sosok yang berjuang di tengah kondisi perekonomian yang penuh tantangan, tetapi tetap teguh dan pantang menyerah.”
Menurut Yohanes Handoyo, keteladanan RM Margono dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda masa kini. “Kita harus mengenang dan menghargai perjuangan beliau yang tak kenal lelah, ” tegasnya.
Sebagai Direktur Utama pertama BNI, RM Margono memainkan peran strategis dalam stabilisasi keuangan negara. Dengan kepiawaiannya, ia membangun kredibilitas bank di tengah masa perjuangan, memastikan roda ekonomi terus berputar demi mendukung kemerdekaan Indonesia.
Lebih jauh lagi, perannya dalam ketatanegaraan juga sangat signifikan. Pada 1950-an, RM Margono memperkenalkan ide hak angket DPR RI untuk mengawasi pengadaan dan penggunaan devisa negara. Inisiatif ini menegaskan dedikasinya dalam menjaga integritas ekonomi bangsa.
Baca juga:
Ini Dia, Cara Menulis Rilis dalam 3 Menit
|
Keluarga besar RM Margono dikenal sebagai keluarga pejuang. Saudara-saudaranya, Kapten Anumerta Soebianto dan Taruna Soejono, gugur dalam pertempuran di Lengkong. Nama besar ini juga diteruskan oleh cucunya, Presiden Prabowo Subianto, yang pernah menjabat sebagai Danjen Kopassus dan Pangkostrad sebelum menjadi pemimpin negara.
“Cucu adalah bentuk keberhasilan seorang eyang dalam mendidik nilai-nilai luhur, ” ujar Zulmansyah Sekedang, Ketua Umum PWI Pusat.
Sebagai keturunan Raden Tumenggung Banyakwide, panglima pengikut Pangeran Diponegoro, RM Margono Djojohadikoesoemo mewarisi semangat pengabdian yang luar biasa. Hidupnya adalah teladan bagi generasi masa kini, membuktikan bahwa perjuangan tidak hanya melawan penjajah, tetapi juga menjaga martabat bangsa melalui integritas dan pengabdian. (Editor: Hendri Kampai)